Selasa, 10 Juli 2018

Tugas Akhir Psikolinguistik. Hipotesis jagat-jagat kognitif.


                         PENGERTIAN DAN DEFINISI DARI PSIKOLINGUISTIK 




Secara etimologis, istilah Psikolinguistik berasal dari dua kata, yakni Psikologi dan Linguistik. Seperti kita ketahui kedua kata tersebut masing-masing merujuk pada nama sebuah disiplin ilmu. Secara umum, Psikologi sering didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dengan cara mengkaji hakikat stimulus, hakikat respon, dan hakikat proses‑proses pikiran sebelum stimulus atau respon itu terjadi. Pakar psikologi sekarang ini cenderung menganggap psikologi sebagai ilmu yang mengkaji proses berpikir manusia dan segala manifestasinya yang mengatur perilaku manusia itu. Tujuan mengkaji proses berpikir itu ialah untuk memahami, menjelaskan, dan meramalkan perilaku manusia.

(Bloomfield, 1928:1). Bahasa dalam konteks linguistik dipandang sebagai sebuah sistem bunyi yang arbriter, konvensional, dan dipergunakan oleh manusia sebagai sarana komunikasi. Hal ini berarti bahwa linguistik secara umum tidak mengaitkan bahasa dengan fenomena lain. Bahasa dipandang sebagai bahasa yang memiliki struktur yang khas dan unik. Munculnya ilmu yang bernama psikolinguistik tidak luput dari perkembangan kajian linguistik

Pada mulanya istilah yang digunakan untuk psikolinguistik adalah linguistic psychology (psikologi linguistik) dan ada pula yang menyebutnya sebagai psychology of language (psikologi bahasa). Kemudian sebagai hasil kerja sama yang lebih terarah dan sistematis, lahirlah satu ilmu baru yang kemudian disebut sebagai psikolinguistik (psycholinguistic).






PEMEROLEHAN BAHASA

Pemerolehan bahasa atau akuisisi Bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau Bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia mempelajari bahasa pertmanaya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama. Sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan Bahasa kedua. Namun, banyak juga yang menggunakan istilah pemerolehan Bahasa untuk Bahasa kedua. Seperti Nurhadi danRoekhan (1990).
Ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh Bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performasi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata Bahasa yang berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses preformasi yang terdiri dari dua buah proses, yakni proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamatai atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat sendiri. Kemampuan linguistic trediri dari kemampuan memahami dan kemampuan melahirkan atau menerbitkan kalimat-kalimat baru yang dalam linguistic transformasi generatif disebut perlakuan, atau pelaksanaan Bahasa, atau performasi.


HIPOTESIS PEMEROLEHAN BAHASA
1.      Hipotesis Nurani
Setiap bahasawan (penutur asli bahasa) tentu mampu memahami dan membuat (menghasilkan, menerbitkan) kalimat-kalimat dalam bahasanya karena dia telah “menuranikan” atau “menyimpan dalam nuraninya” akan tata bahasanya itu menjadi kompetensi (kecakapan) bahasanya, juga telah menguasai kemampuan-kemampuan performasi (pelaksanaan) bahasa itu. Jadi, dalam pemerolehan bahasa, jelas yang diperoleh oleh kanak-kanak adalah kompetensi dan performasi bahasa pertamanya itu. Kemudian karena tata bahasa itu terdiri dari  komponen sintaksis, semantik, dan fonologi, dan setiap komponen itu berupa rumus-rumus (kaidah-kaidah), maka ketiga macam rumus inilah yang terlebih dahulu dikuasai kanak-kanak dalam pemerolehan bahasa. Selain dari rumus-rumus ketiga komponen tata bahasa itu, untuk bisa memahami dan membuat kalimat-kalimat, perlu juga terlebih dahulu dikuasai atau dimiliki rumus-rumus yang mengubah bentuk-bentuk dalam (struktur dalam) menjadi bentuk luar (struktur luar).
Pertanyaan kita sekarang adalah alat apakah yang digunakan kanak-kanak untuk memperoleh kemampuan berbahasa itu? Menurut Chomsky adalah hipotesis nurani (The Innateness hypothesis). Apakah hipotesis nurani itu?
Hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang dilakukan para pakar terhadap pemerolehan bahasa kanak-kanak (Lenneberg, 1967), Chomsky, 1970). Di antara hasil pengamatan itu adalah berikut ini:
1)      Semua kanak-kanak yang normal akan memperoleh bahasa ibunya asal saja “diperkenalkan” pada bahasa ibunya itu. Maksudnya, dia tidak diasingkan dari kehidupan ibunya (keluarganya).
2)      Pemerolehan bahasa tidak ada hubungannya dengan kecerdasan kanak-kanak. Artinya, baik anak yang cerdas maupun yang tidak cerdas akan memperoleh bahasa itu.
3)      Kalimat-kalimat yang didengar kanak-kanak seringkali tidak gramatikal, tidak lengkap dan jumlahnya sedikit.
4)      Bahasa tidak dapat diajarkan kepada makhluk lain, hanya manusia yang dapat berbahasa.
5)      Proses pemerolehan bahasa oleh kanak-kanak di mana pun sesuai dengan jadwal yang erat kaitannya dengan proses pematangan jiwa kanak-kanak.
6)      Struktur bahasa sangat rumit, kompleks, dan bersifat universal. Namun, dapat dikuasai kanak-kanak dalam waktu yang relatif singkat, yaitu dalam waktu antara tiga atau empat tahun saja.
Berdasarkan pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia lahir dengan dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa dengan mudah dan cepat.
2.      Hipotesis Tabularasa
Hipotesis yang dikemukakan oleh John Locke ini menyatakan bahwa otak bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong, yang nanti akan ditulisi dengan pengalaman-pengalaman.
Menurut hipotesis tabularasa, semua pengetahuan dalam bahasa manusia yang tampak saat perilaku berbahasa merupakan hasil dari integritas peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia itu.
Menurut Skiner (1957) berbicara merupakan satu respo operan yang dilazimkan kepada sesuatu stimulus dari dalam diri atau luar, yang sebenarnya tidak jelas diketahui. Untuk menjelaskan hal ini skinner memperkenalkan sekumpulan kategori respons bahasa.
3.      Hipotesis Kesemestaan Kognitif
Menurut teori yang didasarkan pada kesemestaan kognitif, bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif deriamotor. Struktur-struktur ini diperoleh kanak-kanak melalui interaksi dengan benda-benda atau orang-orang di sekitarnya. Urutan pemerolehan ini secara garis besar adalah sebagai berikut:
-          Antara usia 0 sampai 1,5 tahun (0:0 – 1:6) kanak-kanak mengembangkan pola-pola aksi dengan cara bereaksi terhadap alam sekitarnya. Pola-pola inilah yang kemudian di atur menjadi struktur-struktur akal (mental). Berdasarkan strukur-struktur akal ini kanak-kanak mulia membangun satu dunia benda-benda yang kekal yang lazim disebut kekelan benda.
mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan tadi merupakan bahasa? Fromkin dan Rodman (1993:395) menyebutkan bahwa bunyi tersebut tidak dapat dianggap sebagai bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.  Hal-hal yang diucapkan misalnya: K1 V1 K1 V1 K1 V1…papapa mamama bababa…


-          Setelah struktur aksi dinuranikan, maka kanak-kanak memasuki tahap representasi kecerdasan, yang terjadi antara usia 2 tahun sampai 7 tahun. Pada tahap ini kanak-kanak telah mampu membentuk representasi simbolik benda-benda seperti permainan simbolik, peniruan, bayangan mental, gambar-gambar, dan lain-lain.
Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini). Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang wanita di majalah itu adalah mama”.
Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.

-          Setelah tahap representasi kecerdasan, dengan represntasi simboliknya, berakhir. Maka bahasa kanak-kanak semakin berkembang, dan dengan mendapat nilai –nilai socialnya. Struktur-struktur linguistik mulai dibentuk berdasarkan bentuk-bentuk kognitif umum yang telah dibentuk ketika berusia kurang lebih dua tahun. , anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa. Contoh dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan Rodman.

“Cat stand up table” (Kucing berdiri di atas meja);

“What that?” (Apa itu?);

“He play little tune” (dia memainkan lagu pendek);

“Andrew want that” (Saya, yang bernama Andrew, menginginkan itu);

“No sit here” (Jangan duduk di sini!)

Bisa dilihat hipotesis kesemestaan kognitif dalam psikologi sama atau sejalan dengan hipotesis nurani mekanisme dalam lingustik. Jadi, pemerolehan bahasa bergantung pada pemerolehan proses-proses kognitif itu.        





                                            
#MatkulDastik
#AnakDastik




0 komentar:

Posting Komentar